
SURABAYA, InvestorJatim- Membawa brand lokal berjaya di kandang sendiri tak semudah membalik tangan. Terlebih harus beradu kuat dengan brand asing yang sudah lebih dulu merajai pasar. Modal kantong tebal saja tak cukup, tanpa nyali kuat alias “bonek”.
CEO Tanobel Group Hermanto Tanoko membagikan pengalaman baradu kuat dengan brand asing dengan jurus bonek saat berjuang mempertahankan brand lokalnya, Moorlife, dari serangan membabi buta salah satu brand asing. Pengalaman itu diunggahnya di Channel Youtube Hermanto Tanoko baru-baru ini.
Terobsesi ingin brand lokal bisa berkibar di tengah serbuan brand asing, Hermanto berinvestasi lumayan banyak untuk menyiapkan brand lokal, Moorlife. Pada 2013, Moorlife resmi masuk pasar dan berkembang pesat 2014.
Pada 2015, Moorlife meledak di pasar, bersaing ketat di pasar dengan salah satu brand asing asal Negeri Paman Sam, hingga berbuah somasi dan gugatan yang disebut Hermanto “surat cinta” secara beruntun yang dilayangkan ke Moorlife.
“Saya kayak tiap minggu dapat gugatan. Opo karepe iki (apa maksudnya ini). Saya nggak paham,” cerita Harmanto.
Sebab, semua produk Moorlife yang dipasarkan sudah legal dan dikonsultasikan dengan konsultan hukumnya atau advokatnya, Sajogo dari Partner MS&A Law Firm.
“Kita kan memang membuat segala sesuatu secara hukumnya sudah benar gitu ya. Tapi kok mendapat gugatan demikian banyak,” kata Hermanto.
Seketika terbesit di pikirannya, apa jadinya kalau yang dialaminya menimpa perusahaan-perusahaan lokal di Indonesia yang mau berkembang dan bertumbuh, lalu ada perusahaan asing merasa tersaingi dan hanya bermodalkan somasi. Bisa-bisa perusahaan lokal itu ciut nyali dan tidak bakal berani.
Tapi tidak dengan Hermanto. Ia tak segampang itu bisa digertak dengan modal somasi dan gugatan.
“Musuh saya bonek, saya (juga) bonek. Saya pasti berusaha untuk mencari kebenaran, karena saya merasa tidak bersalah,” tegasnya.
Herannya, dikenal sebagai pengusaha yang selalu memperhatikan sisi legal atau hukum, sangat berhati-hati dan ingin mengembangkan usaha tanpa banyak celah hukum, meski sudah sangat berhati-hati, tetap saja masalah hukum masih mendekati perusahaannya dengan gugatan tersebut.
“Karena memang persaingan sebuah usaha itu juga tidak luput dari sisi legal,” kata dia.
Karena itu, ia menganggap tujuan semua gugatan itu jelas ingin membunuh bisnis Morelife karena bertumbuhnya sangat cepat dan produknya berkualitas, melebihi produk asing tersebut.
Gugatan membabi buta, bertubi-tubi dan menyerang siapa saja dalam jaringan bisnis Moorlife, termasuk ibu-ibu agar mereka takut dan tidak mau memasarkan produk Moorlife. Jurus ini cukup mujarab, omset Moorlife pun sempat turun drastis. Kerugian mencapai puluhan miliar rupiah. Ibu-ibu yang tak tahu menahu gugat menggugat harus juga jadi korban.
“Tapi karena saya ini sangat mencintai jaringan ibu-ibu, saya tetap bertahan,” kata Hermanto.
Tak hanya bertahan, Hermanto juga meladeni 11 gugatan yang dilayangkan ke Moorlife di tiga kota besar, yakni Surabaya, Semarang, dan Jakarta. Jurus “Bonek” pun dimainkan.
“Kita ini benar-benar perusahaan lokal yang mau berusaha dengan benar, diserang secara legal, mau dibunuh, tapi kebetulan saya “bonek”. Jadi saya terus bertahan, saya terus lawan, ibu-ibu tetap saya kasih motivasi, kasih kebenarannya,” bebernya.
Melibatkan tim hukum dari MS&A Law Firm serta saksi-saksi ahli hukum dari universitas ternama di Indonesia, Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Masa (UGM), dan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dalam rentang waktu 2015 sampai 2018 satu per satu gugatan hingga pada PK (Peninjauan Kembali) dimenangkan.
“Kita secara hukum semuanya menang. Sapu bersih semuanya menang sampai tingkat PK (peninjauan kembali). Usaha kami gak ada main uang juga. Clean money politics,” kata Hermanto
Kemenangan ini adalah cermin buat perusahaan lokal yang mau tumbuh dan berkembang. Siapapun yang berpijak pada hukum akan menang.
“Sudah prinsip dari kami dan juga dari perusahaan untuk kita betul-betul berpijak hanya pada hukum. Dan terbukti kita menang,” ujarnya.
Kemenangan ini pula membulatkan tekad Moorlife masuk ke pasar global. Sejak 2019 Moorlife mulai merambah pasar ekspor, ke Filipina, Brunei, dan Arab Saudi. Moorlife tadinya mau dimatikan kini berjaya tidak saja di kandang sendiri, tetapi berjaya di kandang brand-brand asing.
“Bahkan, sekarang penjualan ekspor bisa melebihi yang lokal. Jadi saya sudah tidak berdarah-darah lagi,” kata Hermanto. Amrozi Amenan
Komentar