Moorlife 11 Kali Digugat, Melawan dan Menang

Managing Partner MS&A Law Firm, E.L. Sajogo, S.H., MCIARB. Foto: Tangkapan Layar Youtube

SURABAYA, Investor Jatim – Digugatnya brand lokal Moorlife oleh salah satu brand asing ternama dari Amerika Serikat memberi pelajaran berharga buat perusahaan lokal akan pentingnya legalitas produk sebelum siap dipasarkan. Sebab, dalam persaingan ketat di pasar celah hukum bisa jadi senjata ampuh untuk melumpuhkan kekuatan produk di pasar melalui serentetan gugatan seperti dialami Moorlife.

Meskipun secara legalitas produk sudah disiapkan, Moorlife tetap digugat. Jalan panjang pun harus dilalui Moorlife sejak gugatan dilayangkan pada 2015 sampai pada putusan peninjauan kembali (PK) pada 2018. Sebelas kali dilayangkan ke Moorlife di tiga kota besar di Indonesua, yakni Surabaya, Semarang, dan Jakarta.

“Sapu bersih. Semuanya menang sampai tingkat PK (peninjauan kembali),” kata Managing Partner MS&A Law Firm, E.L. Sajogo, S.H., MCIARB dalam dialog dengan CEO Tanobel Grup Hermanto Tanoko yang diunggah di Channel Youtube Hermanto Tanoko baru-baru ini.

Mencuatnya kasus Moorlife menjadikan kasus desain industri marak di tahun 2015 hingga tahun 2018. Putusan PK kasus Moorlife inipun sekarang dijadikan acuan oleh Mahkamah Agung.

Bertolak dari kasus Moorlife, Sajogo mengungkapkan pengalamannya selama lebih dari 25 tahun sebagai seorang advokat, tidak banyak perusahaan atau pengusaha sebelum menjual produknya berkonsultasi kepadanya tentang produknya aman atau tidak dijual, kecuali Moorlife.

“Bapak selalu nanya, timnya Bapak selalu ngomong, konsekuensi sama tim saya. Saya mau punya produk ini sebelum saya launch, ini bagaimana, legalitasnya bagaimana. Tidak banyak Pak yang melakukan (ini),” kata dia.

Baca Juga:  Hermanto: Jangan Khawatir, AI Bukan Pengganti Manusia

Umumnya orang itu, lanjut dia, produk dicoba, dipasarkan, dan dites pasar dulu. Kalau laku baru dipirkan legalnya belakangan.

“Merk dipakai dulu ya, pokoknya merknya laku baru daftar. Padahal kemudian ditiru sama orang lain, didaftarkan. Ini menjadi satu polemik dan bagaimana orang itu tidak aware.”

Berbeda dengan Moorlife, selalu aware dengan produk baru sebelum melangkah. Sudah memikirkan legalitas sebelum produk dilepas ke pasar. Itupun masih digugat.

“Itu contohnya begini, kita bisa yakin kalau di jalan raya, kita ini ngutil, nggak nabrak orang. Tapi kita nggak bisa pernah menjamin kita nggak ditabrak orang,” seloroh Sajogo.

Bukan hanya Moorlife yang digugat, tapi juga customer-customer-nya. Juga konsumennya yang ikut menjual-belikan. Ibu-ibu yang tadi berjualan di gang-gang di dekat rumahnya, juga tal luput digugat oleh perusahaan raksasa dari negeri tersebut.

“Nah inilah yang menurut saya menjadi unik dan saya melihat ini saya jadi tertantang. Ini ibu-ibu mereka jualan, ketimbang mereka gosip di rumah, ibu-ibu melihat sinetron waktu itu, tapi mereka bisa produktif untuk menambah penghasilan untuk keluarganya. Ini satu hal yang positif.”

Originilitas
Cerita-cerita positif di seputar kasus Moorlife, tentang sepak terjang Moorlife inilah yang menarik Sajogo untuk terlibat dalam semua gugatan yang dialamatkan ke Moorlife. Sampai proses persidangan yang cukup panjang dengan rentang waktu antara 2015 sampai 2018.

Baca Juga:  Tancorp-Tanrise Property Resmi Akuisisi Taman Dayu

Belum lagi, di Indonesia sekarang juga lagi marak banyaknya produk asing. Masuk ke Indonesia, tapi mereka minta keringanan pajak dan lain sebagainya.

“Sebut saja yang banyak berita di koran, bukan klien saya. Yaitu Apple yang mereka mau bisnis di Indonesia minta insentif yang luar biasa. Bahkan sampai Kementerian Perdagangan, Perindustrian mereka sampai harus bernegosiasi berkali-kali,” kata Sajogo.

Untuk investasi pun mereka malah belum jelas. Investor asing itu mau jual produk di Indonesia, tapi nggak bikin fasilitas pembuatan produk-produk tersebut di Indonesia. Orang Indonesia hanya konsumtif untuk beli produk mereka. Kata Sajogo, ini kebalikan dengan prinsipnya dengan Moorlife yang ingin mengembangkan produknya dengan melakukan investasi lumayan banyak serta originalitas yang menempel di brand Moorlife.

Ditambah lagi, mimpi besar Moorlife bisa menjual produk-produk lokal, bersaing sama asing, punya kesamaan dengan pandangan dengan Sajogo.

“Saya juga bersaing sama asing. Lawyer asing masuk ke Indonesia, bagaimana lawyer Indonesia tetap harus bisa berjalan. Saya melihat produk-produk Bapak seperti itu,” kata Sajogo.

Berangkat dari semangat tersebut, satu per satu gugatan yang diajukan brand asing kepada Moorlife dilawan dengan dukungan tiga saksi ahli dari tiga universitas terbaik di Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Unair Surabaya. Tiga saksi ahli sekaligus guru besar dari tiga fakultas hukum yang memang paling unggul untuk intellectual property rights atau kekayaan intelektual.

Baca Juga:  Hermanto Tanoko Tidak Anti Brand Asing, Tapi Geregetan

Berbagai dalil digunakan untuk mematahkan gugutan. Salah satunya adalah menggunakan identitas Indonesia. Dalam desain salah satu produk Moorlife menyertakan motif batik-batik Borneo, menggambarkan orisinilasnya.

Kemudian, ada lekuannya di tengah, memberi kesan estetisnya. Ada motifnya yang tersambung. Lekuan-lekuan motif tersebut mendapatkan perlindungan desain industri.

“Kegiatan ini semua adalah kegiatan tentang desain industri. Yang mengerti ini pasti desainer, Pak. Nggak mungkin ibu-ibu atau bapak-bapak yang berjualan, customer-nya bapak, itu mengerti dan punya niat jahat untuk melakukan peniruan suatu desain. Ya kan? Nah itu yang dimanfaatkan oleh pihak asing untuk melakukan kegiatan di Indonesia. Desain industri yang paling penting adalah baru. Dan baru itu adalah tidak sama dengan desain yang sebelumnya,” terang dia.

Dia melanjutkan, kalau warna boleh umum, semua orang tidak bisa memonopoli warna. Warnanya mau ungu, biru, hijau, terserah. Karena desain industri itu adalah melindungi kesan estetis. Kecantikan suatu produk, tidak melindungi fungsinya sebagai botol

“Kalau orang boleh memonopoli botol, ya repot, Pak. Semua orang akhirnya tidak bisa minum dari botol,” kata Sajogo.

Dengan dalil-dalil yang diajukan, sekali gugatan, lawan langsung menyerah.

“Untungnya, kalau Bapak bisnismen bonek, dapat lawyer bonek juga, Pak. Kita lokal lawannya lawyer asing, afiliasi internasional, kita lawan semua dan semuanya kita menangkan. Sapu bersih. Semuanya menang sampai tingkat PK (peninjauan kembali),” kata Sajogo. Amrozi Amenan

Komentar