Jelang Akhir Tahun, SPMA Optimistis Penuhi Target Penjualan

Direktur PT Suparma Tbk (paling kanan) bersama jajaran direksi memperlihatkan anek produk kertas tisu yang diproduksi Suparma di sela acara Paparan Publik Perseroan di Surabaya, Kamis (15/11).

SURABAYA- PT Suparma Tbk (SPMA) optimistis mampu memenuhi target penjualan tahun ini sebesar Rp 2,334 triliun.

Direktur PT SuparmaTbk, Hendro Luhur mengatakan hingga akhir Oktober 2018 SPMA mencatat penjualan bersih sebesar Rp 1,9 triliun atau setara dengan 81,4 persen dari target penjualan bersih pada tahun ini. Pencapaian penjualan bersih itu masih sesuai dengan target yang ditetapkan perusahaan dan sisa penjualan sebesar 18,6 persen dari target akan bisa dicapai dalam dua bulan terakhir tahun 2018 ini. “Selama ini siklus penjualan di akhir tahun selalu mengalami peningkatan karena tingginya permintaan seiring momen Natal dan Tahun Baru, sehingga kami juga optimistis dengan pencapaian target penjualan tahun ini,” kata Hendro pada Paparan Publik di Surabaya, Kamis (15/11).

Tingginya permintaan terutama tisu bersamaan dengan momen Natal dan Tahun Baru itu juga sudah diantisipasi para distributor dan peritel yang mulai menambah stok barang. “Saat demand meningkat harga pasti kita naikkan. Makanya mereka sudah mulai menyetok barang terumata tisu sejak awal November 2018 ini untuk menghindari kenaikan harga,” jelas Hendro.

Baca Juga:  Suparma Optimistis Capai Target Penjualan Tahun 2022

Hendro menyatakan hingga Oktober 2018 pencapaian kuantitas penjualan kertas mencapai 180.563 metrik ton (MT) atau setara 81 persen dari target kuantitas penjualan kertas tahun ini. Sedangkan pencapaian produksi kertas mencapai 180.975 MT atau setara 79,8 persen dari target produksi tahun ini. “Melemahnya nilai tukar rupiah, tidak berpengaruh banyak terhadap cash flow perusahaan,” tandasnya.

Bahkan, lanjut Hendro, andaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah tembus hingga Rp 16.000, dampak dan pengaruhnya hanya diatas kertas saja. Artinya, cash flow perusahaan tidak terkena dampak. Apalagi, harga jual kertas di pasar lokal lebih tinggi dibanding ekspor.

“Margin lokal jauh lebih baik dibanding ekspor. Kontribusi penjualan ekspor terhadap total penjualan juga hanya 10 persen. Yang terjadi, kenaikan nilai tukar dolar sebenarnya malah menaikkan penjualan produk kertas kami,” imbuh Hendero.(RD)

Komentar