SURABAYA, investorjatim – Emiten besi dan baja, PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) menargetkan proyek pabrik plate mill 2 bisa beroperasi secara komersial pada akhir 2024 ini.
Direktur PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk Hadi Sutjipto mengatakan serangkaian uji coba terhadap pteyek plate mill 2 akan dilakukan dan saat ini sedang dalam tahap uji coba tanpa bahan baku (cold trial) dan direncanakan akan selesai akhir Oktober 2024 nanti. Diharapkan pada November 2024 akan melanjutkan tahap uji coba dengan bahan baku (hot trial) sebelum akhirnya memasuki proses commisioning.
“Operation commercial pabrik baru ini tergantung running test ini, kalau lancar semua Desember kita bisa mulai trial (commercial),” kata Hadi usai Paparan Publik GDST di Surabaya, Selasa (10/09/2024).
Hadi menjelaskan alasan perseroan bersikeras merampungkan proyek plate mill 2 ini sekalipun dengan resiko waktu penyelesaian yang molor hingga 10 tahun dari target awal 2 tahun atau biaya yang membengkak hingga Rp 1,3 triliun dari rencana awal Rp 1 triliun.
“Kita mendapat pertanyaan dari banyak pihak, seberapa penting proyek plate mill 2 ini. Toh dengan kapasitas yang ada sekarang cukup. Begini, selain menambah kapasitas, pabrik baru ini juga bernilai efisiensi dan safety, itu alasannya,” ujarnya.
Hadi pun merinci, adanya proyek plat mill 2 berarti kapasitas produksi akan bertambah. Dengan memiliki dua plat mill dipastikan akan lebih banyak produksi untuk memenuhi permintaan pasar. Tak hanya itu, keberadaan fasilitas produksi baru juga diyakini akan meningkatkan efisiensi.
Menurut Hadi, operasional plate mill 1 yang dimiliki GDST berdasarkan pesanan dari pelanggan. Selama ini GDST kerap kehilangan permintaan pelanggan yang menginginkan produksi plat dengan spesifikasi lebar plat di atas 2,5 meter karena plat mill 1 hanya mampu memproduksi lebar plat 2,5 meter. Permintaan itu bakal dijawab proyek plate mill 2 yang bisa memproduksi lebar plat hingga 3,5 meter.
Keberadaan plat mill 2 juga akan meningkatkan keamanan. Terlebih berdasarkan pengalaman, kebakaran panel listrik bisa mengakibatkan 3 bulan tidak bisa berproduksi.
“Kita tidak ingin kehilangan peluang pasar. Jika ada permintaan plat dengan lebar 3 meter lebih kita tetap bisa penuhi. Dan lagi, kalau punya dua mill begini jika terjadi sesuatu di mill 1 kita punya pilihan mill 2 untuk dioperasikan, ada faktor safety di di sini,” terang Hadi.
Seperti diketahui, proyek plate mill 2 mulai dibangun pada 2014 awalnya ditargetkan selesai pada pada 2016. Namun selama proses penyelesaiannya, pasar baja mengalami kelesuan yang berdampak pada kesulitan pendanaan proyek yang bersumber pada kas internal perseroan tersebut. Ditambah lagi, kendala hantaman Covid-9 yang memaksa adanya kebijakan pembatasan mobilitas atau pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Pabrik berkapasitas 1 juta pelat baja per tahun akan menambah kapasitas produksi Gunawan Dianjaya Steel yang saat ini sudah mengoperasikan pabrik berkapasitas 400.000 ton baja per tahun, serta tambahan kapasitas 60.000 ton baja, plate mill eks Jaya Pari Steel (JPRS/Div-1) per tahun.
Hadi berharap pengoperasian plate mill 2 nanti akan mendukung kinerja GDST ke depan baik untuk pasar ekspor maupun dalam negeri. Nantinya ketika pabrik baru ini beroperasi penuh, dia berharap total penjualan bisa mencapai 500 – 600 ribu ton per tahun.
Diakui bahwa saat ini GDST lebih fokus pada penjualan di dalam negeri. Sedangkan penjualan ekspor masih terbatas ke pasar Singapura dan Malaysia. Tidak seperti pada era 90-an sampai ke Eropa, Amerika, Kanada dan Australia.
Kata Hadi, bukan karena tidak ada peluang ekspor ke negara-negara tersebut, tetapi lebih terkendala bea anti dumping hingga 50% yang diterapkan oleh negara-negara tersebut. GDST sudah menjajaki kemungkinan difasilitasi oleh pemerintah. Namun, tetap saja GDST diminta mengurus dan menunjuk lawyer sendiri dengan fee yang jauh lebih besar dari margin yang diperoleh saat melakukan ekspor. Dengan bea itu, margin ekspor untungnya hanya berkisar 5-6%.
Selain itu, margin untuk ekspor pasar Eropa juga kurang menarik akibat persaingan antara negara-negara produsen baja antara lain China, Korea dan Jepang.
“Kita memilih untuk tidak melakukan apa-apa dalam hal ekspor kecuali ke Singapura dan Malaysia yang permintaannya rutin meskipun potensinya sangat besar. Memaksimalkan pasar dalam negeri jalan terbaik,” papar Hadi.
Hadi menambahkan, dengan optimalisasi pasar dalam negeri GDST optimis mampu mencapai target kinerja di tahun 2024 ini. Di mana target penjualan di tahun 2024 sebesar Rp 2,5 triliun dan target laba setelah pajak 5% dari penjualan sebesar Rp 125 miliar.
Adapun realisasi penjualan sampai akhir Juli 2024 ini telah mencapai Rp 1,7 triliun dengan laba setelah pajak sebesar Rp 99,0 miliar atau 5,9% dari penjualan.
“Kami optimis penjualan tahun 2024 memenuhi target sebesar Rp 2,5 trliun dengan proyeksi laba 5% atau turun dibandingkan tahun 2023 sebesar 8% karena turunnya harga jual dan naiknya harga bahan baku akibat kenaikan kurs dolar AS,” pungkas Hadi. ROS