
JAKARTA, InvestorJatim – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan melakukan pemblokiran kurang lebih 10 ribu rekening yang terindikasi terkait dengan aktivitas judi online. Langkah ini menjadi bagian dari upaya pemberantasan judi online (judol) yang dinilai berdampak luas terhadap perekonomian nasional dan sektor keuangan.
“OJK telah meminta bank melakukan pemblokiran kurang lebih 10.016 rekening. Sebelumnya yang kita laporkan tercatat sebesar 8.618 rekening,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam Konferensi Pers RDKB Maret 2025 secara virtual, Jumat (11/4/2025).
Dian mengungkapkan pemblokiran dilakukan dengan meminta perbankan menutup rekening yang memiliki kesesuaian dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terafiliasi aktivitas judi online. Selain itu, OJK juga menerapkan langkah pengawasan yang lebih ketat terhadap perbankan.
Dian menambahkan, pada Maret lalu OJK telah memerintahkan perbankan untuk memblokir 8.618 rekening bank yang terindikasi terkait aktivitas judol.
“Angka ini meningkat dari sebelumnya sebanyak 8.500 rekening yang terindikasi judol per akhir November 2024,” katanya.
Syarat Agunan Pinjol
Di tempat sama, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Lainnya (PMVL) OJK Agusman menegaskan OJK tengah menyiapkan aturan mengenai syarat agunan pinjaman daring (pindar) alias pinjol dengan nilai di atas Rp 2 miliar.
“Terkait pengaturan mengenai agunan, memang sedang disiapkan pengaturan mengenai itu yang akan berlaku untuk pembiayaan di atas Rp 2 miliar yang bertujuan produktif,” kata Agusman.
Ditambahkan, pada dasarnya pengaturan syarat agunan ini adalah untuk memperkuat mitigasi risiko kredit sebagai salah satu bentuk antisipasi terhadap potensi risiko gagal bayar atau default. Masalah lain yang akan timbul dari default pinjaman daring atau pinjaman online (pinjol) adalah terkait perlindungan lender alias pemberi dana.
“Dengan adanya agunan ini, tentu saja penyelenggara (fintech) memiliki instrumen yang dapat digunakan nanti pada waktunya untuk melakukan recovery jika terjadi wanprestasi dari penerima dana atau borrower yang selama ini belum pernah terjadi,” terang Agusman.
Ia juga menambahkan, penggunaan agunan untuk recovery perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending akan diatur dalam mekanisme khusus. Daristama
Komentar