
SURABAYA, InvestorJatim – Presiden RI Prabowo Subianto hendaknya mengkaji ulang proyek food estate, terutama alokasi lahan yang berasal dari alih fungsi hutan di beberapa kawasan, karena hal itu bisa menjadi ancaman kerusakan lingkungan dan bencana alam bagi generasi di masa mendatang.
“Terus terang saya sedih dan miris melihat pemanfaatan hutan skala luas untuk lahan pertanian (food estate). Kalau tidak dijalankan dengan baik, proyek itu justru berpotensi menjadi ancaman bencana alam akibat deforestasi dan kerusakan lingkungan,” kata Anna Lutfie, salah satu tokoh pertanian di Jatim dalam satu diskusi terbatas di Surabaya, Senin (3/3/205).
Menurut Anna Lutfie, banyaknya alih fungsi lahan untuk proyek food estate yang tadinya merupakan hutan primer atau sekunder dan kaya biodiversitas. Alih fungsi lahan ini bisa menjadi ancaman hilangnya keanekaragaman hayati dan beberapa spesies endemik seperti jenis burung tertentu yang kehilangan habitatnya.
“Sebaiknya hentikan saja (food estate) yang alokasi lahannya berasal dari areal hutan. Sebab hal itu bisa menjadi ancaman bencana. Alih fungsi hutan juga berpotensi melepaskan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer. Juga bisa mengakibatkan gangguan ekosistem air yang bisa menyebabkan banjir atau bahkan bencana kekeringan,” kata Lutfie.
Lantas bagaimana sebaiknya menjalankan proyek food estate? Lutfie mengaku sejak awal sudah banyak memberikan masukan, yakni pentingnya menekankan aspek “ramah lingkungan” pada proyek food estate.
“Caranya fokus pada optimalisasi lahan eksisting, ataupun menambah lahan baru, tapi tidak yang berasal dari penebangan hutan. Dengan syarat semua polanya harus diubah. Harus ada perspektif baru,” tegasnya.
Lutfie juga mengaku, pihaknya telah menerapkan sistem pertanian moderen dengan mengkosolidasikan sejumlah areal lahan milik warga dalam satu manajemen produksi.
“Saya tidak hanya omon-omon. Saya sudah menerapkan. Dengan dukungan teknologi yang memadai, pengolahan lahan yang tepat, varietas, pupuk dan irigasi yang tepat, hasilnya di atas rata – rata produksi pada umumnya. Tidak hanya pada tanaman pangan. Hasil perkebunan juga bagus, terutama tanaman durian.”
Konsolidasi lahan pertanian, kata Lutfie, bisa menjadi solusi bagi progam ketahanan pangan tanpa merusak lingkungan. Mekanismenya, dikelola secara bersama dalam satu manajemen produksi yang hasilnya dibagikan secara proporsional sesuai sharing luasan lahan pada integrasi kawasan pertanian tersebut. Tentu dengan dukungan modal dan teknologi yang memadai.
Melalui integrasi dan pengelolaan lahan skala luas secara bersama, kata Lutfie, terbukti lebih produktif dan lebih memberi nilai tambah kepada petani pemilik lahan. Mereka lebih diuntungkan karena didukung oleh sistem pertanian moderen.
“Dulu ketika masih sendiri–sendiri, justru semangatnya tidak sebergairah sekarang. Dulu, mereka hanya menunggu tanaman padi saja. Sekarang semua tanaman dilakukan. Harusnya pola seperti ini yang dikembangkan pemerintah. Intensifikasi harus dikedepankan sebelum melakukan ekstensifikasi lahan ke ruang hutan.”
Lutfie juga menyoroti kebijakan pemerintah terkait pengetatan anggaran yang diberlakukan secara menyeluruh.
“Harusnya sektor–sektor tertentu, khususnya pertanian justru ditambah anggarannya, bukan dikurangi. Bahkan seharusnya anggaran pertanian ditetapkan melalui UU minimal 20% seperti pada sektor pendidikan. Kita ini masih butuh investasi teknologi pertanian, butuh benih unggul, butuh pupuk subsidi dalam skala besar, dan saluran irigasi di segala penjuru lahan pertanian. Ini yang seharusnya dipikirkan,” tambah Lutfie.
Secara umum, sambung Lutfie, konsolidasi lahan publik dalam sektor pertanian sejatinya adalah peluang untuk penataan kembali lahan-lahan pertanian agar diperoleh produktivitas yang tinggi, pengelolaan yang efisiensi, sehingga hasil dari pemilik lahan bisa optimal.
“Dengan lahan yang lebih luas setelah integrasi, memungkinkan penggunaan teknologi dan metode tahapan tanaman lebih efisien, akses jalan, irigasi, dan distribusi hasil panen juga berjalan secara terintegrasi.”
Pada akhirnya, kata Lutfie, pola konsolidasi akan lebih kuat lagi jika diperkuat oleh dukungan pemerintah, terutama dalam aspek permodalan, serta kebijakan yang kuat.
“Meski sektor pertanian hanya menyumbang 12% terhadap PDB, tapi sektor ini berkontribusi 32% terhadap serapan kerja. Dan yang terpenting, jka pertanian kuat, maka kita bisa memutus ketergantungan impor dan mencapai kedaulatan pangan.” Amrozi Amenan
Komentar