Ramai-ramai Dukung Aturan Baru Pelabelan Risiko BPA Pada AMDK

Ilustrasi kemasan air mibum bebas BPA. Foto: www.pens.com

SURABAYA, investorjatim – Sejumlah pihak mulai lembaga, pakar dan pelaku usaha menyambut baik pengesahan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang kewajiban pencantuman label peringatan bahaya senyawa Bisfenol A (BPA) pada kemasan galon air minum bermerek dan mendesak perlunya program sosialiasasi resmi sesegera mungkin ke konsumen.

Kebijakan pelabelan itu tertuang dalam Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran konsumen tentang potensi risiko kesehatan dari penggunaan kemasan plastik polikarbonat yang mengandung BPA.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)YLKI, Tubagus Haryo, mengatakan, aturan baru BPOM ini sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang bertujuan melindungi hak-hak konsumen, termasuk hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan aman tentang produk yang dikonsumsi.

“YLKI mendukung inisiatif ini sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan konsumen dan memastikan produk yang beredar di pasaran aman dikonsumsi,” kata Tubagus dalam keterangannya, dikutip Kamis (18/07/2024).

​​​​Ia pun menyarankan BPOM sesegera mungkin mensosialisasikan peraturan kewajiban pencamkan label peringatan bahaya BPA tersebut.

“Salah satu cara sosialisasinya bisa lewat kampanye edukasi yang masif tentang bahaya BPA dan pentingnya peralihan ke kemasan BPA-free (bebas BPA),” katanya

Harapannya, sosialiasi tersebut bisa meredakan kekhawatiran atau kebingungan konsumen tentang galon mana yang aman dari bahaya BPA. Karena itu, YLKI juga mengusulkan ada kerja sama antara BPOM dan asosiasi industri untuk memastikan produsen memahami dan menerapkan peraturan tersebut.

Selain itu, BPOM juga perlu meningkatkan pengawasan dan inspeksi yang intensif atas galon polikarbonat yang beredar di tengah masyarakat untuk memastikan kepatuhan produsen hingga waktu penerapan kewajiban pemasangan label bahaya BPA.

“BPOM perlu memberikan sanksi tegas bagi produsen yang tidak mematuhi peraturan terkait risiko BPA,” kata Tubagus berharap label peringatan bahaya BPA nantinya tertera jelas dan mudah dipahami konsumen.

Tidak ketinggalan, Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) juga menyatakan dukungan yang sama.

“Kami mendukung penuh terbitnya regulasi BPOM terkait pelabelan label bahaya BPA pada galon air minum bermerek bahan polikarbonat,” kata Ketua KKI, Dr. David Tobing dalam keterangan tertulisnya.

Hal itu, lanjutnya, sejalan dengan misi lembaga tersebut dalam meningkatkan kesadaran konsumen terhadap keamanan dan mutu produk yang mereka konsumsi sehari-hari, termasuk galon air minum.

Dengan terbitnya aturan pelabelan BPA tersebut, dia menilai, konsumen terbantu dalam membuat keputusan yang lebih bijak saat memilih produk galon air minum yang aman untuk kesehatan.

Dikatakannya, pemerintah perlu segera mensosialisasikan regulasi baru tersebut ke masyarakat luas agar konsumen memahami risiko BPA pada galon air minum bermerek dengan bahan polikarbonat dan dapat mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.

KKI juga menyoroti pentingnya BPOM, otoritas tertinggi keamanan dan mutu pangan, menggelar edukasi masif terkait kewajiban pemasangan label peringatan bahaya BPA pada galon dengan bahan polikarbonat.

Kampanye tersebut bisa menggunakan beragam media komunikasi, termasuk media sosial, televisi, radio, dan media cetak, agar pesan terkait bahaya BPA dapat menjangkau masyarakat luas.

David menambahkan, pihaknya juga mendorong BPOM untuk bekerja sama dengan asosiasi industri dan pihak terkait lainnya guna memastikan bahwa konsumen dapat dengan mudah mengenali mana galon air minum bermerek yang berisiko mengandung BPA dan tidak.

“Kerja sama ini penting agar informasi dapat tersampaikan dengan baik dan konsumen dapat terlindungi dari potensi bahaya yang ditimbulkan oleh BPA,” katanya.

Sebagai lembaga yang berkomitmen dalam perlindungan hak-hak konsumen, tambahnya, KKI bertekad mengawal implementasi regulasi peraturan pelabelan BPA dan memberikan masukan konstruktif kepada BPOM serta pemerintah.

Pihaknya juga akan ikut memantau efektivitas kampanye edukasi terkait bahaya BPA, serta mengadakan diskusi publik untuk mendengar langsung suara konsumen terkait pelabelan BPA pada galon air minum bermerek.

Dia berharap kampanye masif terkait BPA itu bisa berkontribusi pada perlindungan kesehatan masyarakat luas dalam jangka panjang dan tercipta kesadaran massal akan pentingnya memilih produk galon air minum yang aman bagi kesehatan.

Sebelumnya, Pakar Farmakologi dari Department Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, menyatakan bahwa pelabelan BPA pada air minum dalam kemasan merupakan langkah positif untuk melindungi kesehatan masyarakat.

“BPA atau Bisphenol-A adalah senyawa kimia sintesis yang telah diketahui secara luas sebagai pengganggu fungsional endokrin (endocrine disrupting compound). Ikatan endokrin dengan reseptornya akan menjamin fungsi fisiologis terjadi dengan baik. Namun jika senyawa endokrin diganggu fungsinya oleh BPA maka keadaan fisiologis ini akan bergeser pada keadaan patofisiologi,” kata Prof. Junaidi.

Menurut dia, sejumlah referensi dari kajian ilmiah memaparkan dampak langsung gangguan endokrin seperti diabetes, hipertensi, fertilitas, kanker dan gangguan mental.

“Dalam kajian tim kami telah mengevaluasi dampak paparan BPA pada kesehatan mental baik penelitian di laboratorium maupun epidemiologi,” ujarnya.

Dalam penelitian di laboratorium pada hewan coba menunjukkan paparan BPA dengan berbagai kadar pada jangka waktu lama dapat menimbulkan gangguan perilaku hewan coba berupa kemampuan motorik dan aktivitas gerak, keseimbangan serta daya ingat (learning memory). Perubahan perilaku ini disebabkan oleh perubahan struktur, kemampuan deferensiasi dan proses pematangan sel syaraf serta produksi neuro-transmitternya.

Diakuinya, jumlah BPA yang bermigrasi dari polimer polikarbonat sangat tergantung pada tingkat keasaman cairan yang dikemas, suhu penyimpanan (distribusi dan penyimpanan retail) dan paparan sinar matahari.

Dari data tiga kali pemeriksaan pada fasilitas produksi dengan metode yang sahih selama 2 tahun (2021-2022) didapatkan kadar BPA yang bermigrasi pada air minum lebih dari 0,6 ppm mengalami peningkatan berturut turut 3,13 persen, 3,45 persen, dan 4,58 persen.

Sementara hasil pengujian migrasi BPA sebesar 0,05-0,6 ppm dari kemasan polikarbonat juga mengalami berturut turut 28,12 persen, 49,56 persen dan 50,98 persen. adapun, pada sarana distribusi dan peredaran menunjukkan hasil uji migrasi (>0,6 ppm) meningkat dari 0 persen menjadi 12,99 persen. Sedangkan hasil uji migrasi 0,05-0,6 ppm meningkat berturut turut 30,00 persen, 33,33 persen dan 41,56 persen.

Dari seluruh penelitian tersebut, Prof. Junaidi menyimpulkan bahwa siklus penggunaan kemasan isi ulang galon polikarbonat juga memengaruhi tingginya kadar BPA. Jumlah BPA yang bermigrasi dari polimer sangat tergantung pada tingkat keasaman cairan yang dikemas, suhu penyimpanan (distribusi dan penyimpanan retail) dan paparan sinar matahari.

“Dengan demikian migrasi BPA ke dalam air minum sangat perlu diwaspadai. Jika air minum yang mengandung BPA masuk ke dalam tubuh maka akan berkorelasi dengan kadarnya dalam darah dan urine,” katanya.

Satu hal lagi yang perlu diwaspadai, konsumsi air minum yang mengandung BPA secara terus menerus berpeluang terjadi akumulasi ataupun peningkatan kadar akan terjadi.

“Data penelitian epidemiologi tahun 2024 menunjukkan korelasi kadar BPA dalam darah dan urin berkaitan dengan konsumsi air yang terpapar BPA,” ucapnya. RD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *