Masyarakat Banyak yang Keberatan, Kadin Surabaya Minta Pemerintah Kaji Ulang Tapera

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya H. M. Ali Affandi La Nyalla Mahmud Mattalitti. Foto: Kadin Jatim

SURABAYA, investorjatim – Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya H. M. Ali Affandi La Nyalla Mahmud Mattalitti meminta pemerintah untuk melakukan uji ulang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan PP Nomor 25 Tahun 2020 mengenai Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pasalnya, banyak masyarakat yang merasa keberatan karena dianggap memberatkan dan rentan diselewengkan.

“Perlu dikaji ulang, kalau misalnya ada potongan wajib bagi peserta Tapera, itu khawatirnya memberatkan masing-masing, apalagi berpenghasilan rendah, juga kita belum tahu mekanismenya nanti seperti apa,” kata Andi, panggilan akrab H.M. Ali Affandi M. Mattalitti di Surabaya, Jumat (31/05/2024).

Lebih lanjut Andi menyatakan, pemotongan gaji karyawan swasta dan mandiri sebesar 3% untuk Tapera dikhawatirkan justru akan membuat masyarakat kelas bawah kian terhimpit. Apalagi kondisi keuangan tiap pekerja tidak sama, banyak juga yang sudah miliki tanggungan kredit yang harus dibayar setiap bulannya.

Di sisi lain, menurutnya, para pengusaha yang ada di bawah naungan Kadin Surabaya banyak yang melayangkan keberatan. Meski demikian, sampai saat ini Mas Andi belum memberikan sikap resmi tetapi pihaknya berharap agar kebijakan simpanan Tapera ini dapat dikaji ulang oleh pemerintah. Terlebih, menurut dia, mekanisme pengimplementasiannya juga belum jelas.

“Banyak perusahaan di bawah kami, terutama swasta mereka keberatan dengan adanya Tapera ini karena berbagai perspektif masih ada sejumlah catatan yang perlu dikaji. Pengusaha tidak ingin terjadi kontraksi yang terlalu dalam untuk perekonomian saat ini. Apalagi yang merasakan dampaknya ini semua pihak,” imbuhnya.

Sebenarnya, lanjut Andi, kebijakan tersebut juga memiliki dampak positif bagi pekerja yang ingin memiliki rumah, karena mereka akan terbantu namun kembali lagi, semua harus dikaji ulang. Ditimbang dampak positif dan negatifnya.

Apalagi jika pengimplementasiannya tidak sesuai dan jaminan keamanan dana tidak diawasi oleh lembaga keuangan. Dan juga, tidak semua pekerja membutuhkan, ada banyak pekerja yang sudah memiliki rumah dan sudah tidak membutuhkan untuk membelinya lagi.

“Ada risiko menunggak atau gagal bayar, itu perlu diperhatikan pemerintah. Potensi kerugiannya juga perlu dipertimbangkan. Kalau nggak diawasi lembaga keuangan (OJK) nanti bisa disalahgunakan,” ujarnya.

Untuk diketahui, belakangan publik memang tengah menyoroti kebijakan yang ditekan Presiden Jokowi melalui PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

Di mana, pekerja yang memenuhi syarat sebagai peserta akan diwajibkan menyetorkan simpanan 3 %. Karyawan yang diwajibkan menjadi peserta setidaknya berusia minimal 20 tahun dan memiliki penghasilan setiap bulan minimal sebesar upah minimun, kecuali karyawan mandiri.

Jika pekerja melanggar aturan, maka beradasarkan Pasal 55 akan dikenakan sanksi tertulis oleh Badan Pengelola (BP) Tapera sebanyak dua kali dengan jangka waktu masing-masing sepuluh hari kerja.

Sementara sanksi pengusaha lebih beragam. Mulai dari sanksi tertulis dan denda administratif hingga pencabutan izin usaha. RD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *