
SURABAYA, Investor Jatim – Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto, menegaskan di era digitalisasi saat ini, pelatihan literasi digital menjadi keniscayaan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Pasalnya, dari data yang ada baru sekitar 45-46% UMKM yang memanfaatkan teknologi digital untuk pemasaran.
“Angka ini semakin kecil jika ditarik pada sektor produksi, hanya sekitar 15%, sementara pemanfaatan digital di bidang keuangan pun masih minim,” kata Adik saat acara Dialog Sinergitas Peningkatan Literasi Masyarakat bertema “Transformasi Digital dalam Perdagangan: Peluang dan Tantangan” di Graha Kadin Jatim, Surabaya, Kamis (28/8/2025).
Acara dialog ini merupakan kolaborasi antara DPRD Jawa Timur bersama Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Jatim, Kadin Jatim, serta Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jatim menyikapi transformasi digital yang kian menjadi tuntutan di berbagai sektor, termasuk perdagangan dan dunia usaha.
Menurut Adik, kondisi di atas menunjukkan masih banyak pelaku UMKM yang mengelola usahanya secara konvensional. Padahal, digitalisasi keuangan misalnya, dapat memberikan kemudahan dalam memantau stok hingga perhitungan penjualan.
“Melalui kerja sama dengan Kominfo, kami ingin literasi digital tidak hanya berkembang di pemasaran, tetapi juga di keuangan UMKM,” ujarnya.
Lebih jauh, Kadin Jatim bersama mitra telah melakukan berbagai pelatihan literasi digital, termasuk bagi kelompok inklusif. Tidak hanya berhenti di pelatihan, proses evaluasi dan pendampingan berkelanjutan juga dilakukan hingga peserta mampu mandiri. Dengan cara ini, transformasi digital diharapkan benar-benar berdampak pada peningkatan kapasitas usaha.
Adik juga menyoroti masih banyak UMKM yang dikelolanya generasi baby boomer belum tersentuh digitalisasi, terutama melalui platform seperti live commerce. “Sebagian besar pelaku UMKM berasal dari generasi baby boomer yang belum terbiasa dengan teknologi digital. Di sinilah pentingnya pelatihan yang lebih intensif dan mudah diakses,” imbuhnya.
Dalam kesempatan sama, secara virtual Kepala Dinas Kominfo Jatim Sherlita Ratna Dewi Agustin, menambahkan bahwa perkembangan digital tidak bisa dilepaskan dari pola konsumsi informasi masyarakat. Data Kementerian Komunikasi dan Digital menunjukkan, 72,6% masyarakat Indonesia kini mengandalkan media sosial sebagai sumber utama informasi. Namun, riset APJII mencatat media sosial justru menjadi kanal paling rawan penyebaran hoaks.
“Kondisi ini mengharuskan masyarakat cerdas dan kritis dalam menggunakan teknologi. Karena itu, peningkatan literasi digital menjadi upaya serius Pemprov Jatim untuk menciptakan ruang digital yang sehat,” ujar Sherlita.
Ia berharap, dialog ini menjadi ikhtiar bersama berbagai pihak dalam membangun masyarakat yang melek digital sekaligus tangguh menghadapi arus informasi.
Sementara itu, Anggota Komisi A DPRD Jatim, Fredi Purnomo, menekankan bahwa digitalisasi tidak hanya berhenti pada penggunaan media sosial atau platform perdagangan. Aspek perlindungan masyarakat dari sisi konten digital juga tak kalah penting.
“Era globalisasi membawa peluang sekaligus jebakan. Literasi digital hadir agar masyarakat tidak mudah terjebak penipuan atau penyalahgunaan teknologi,” tegasnya.
Fredi menilai, kolaborasi lintas sektor sangat diperlukan. Pemerintah daerah, dunia usaha, akademisi, dan komunitas harus bersatu untuk memperkuat ekosistem digital. Menurutnya, UMKM yang berdaya digital akan lebih mudah memperluas pasar, meningkatkan promosi, sekaligus melindungi produk lokal dari gempuran persaingan global.
Pemerintah daerah bersama DPRD Jatim menyatakan kesiapan membuka ruang kerja sama lebih luas untuk memperkuat digitalisasi di segala lini. Harapannya, perkembangan teknologi tidak hanya sekadar tren, tetapi mampu menghadirkan manfaat nyata berupa peningkatan daya saing ekonomi, perlindungan konsumen, hingga kesejahteraan masyarakat Jawa Timur di era global.
Ketua DPD Aptiknas Jawa Timur, Ageng Permadi yang menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan tersebut juga menegaskan bahwa di era sekarang setiap perusahaan pada dasarnya adalah perusahaan teknologi. Transformasi digital, menurutnya, merupakan perjalanan tanpa garis akhir yang menuntut pelaku usaha untuk terus beradaptasi.
“Yang bertahan bukan yang terbesar, tapi yang paling cepat beradaptasi. Transformasi digital itu tidak pernah selesai, kalau merasa sudah di garis akhir pasti akan tergilas,” ujarnya.
Ageng menambahkan, inti dari transformasi digital ada pada konsumen. Perilaku pelanggan kini banyak dipengaruhi algoritma digital yang mempelajari kebiasaan pengguna. Hal ini menciptakan peluang sekaligus tantangan bagi UMKM untuk memanfaatkan marketplace, media sosial, dan sistem pembayaran digital. Amrozi Amenan
Komentar