Dampak Negatif ke Pendidikan, SAPMA PP Jatim Minta Pemerintah Tinjau Kenaikan PPN 12%

(Kiri ke kanan): Ketua Pengurus Wilayah (PW) SAPMA Pemuda Pancasila Jawa Timur, Arderio Hukom dan Sekretaris Wilayah SAPMA Pemuda Pancasila Jawa Timur, Adam Syarief Thamrin. Foto: Ist

SURABAYA, investorjatim – Pengurus Wilayah (PW) SAPMA Pemuda Pancasila (PP) Jatim mendesak pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan mulai diterapan per 1 Januari 2025.

“Kami meminta pemerintah untuk dapat mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut untuk mendorong tujuan pertumbuhan ekonomi nasional 8% seperti tujuan Bapak Presiden Republik Indonesia. Kalaupun memang kenaikan nilai pajak memang harus diterapkan, maka kami menyarankan pemerintah untuk meninjau dan memperbaiki klausa-klausa yang memiliki implikasi baik secara langsung maupun tidak langsung didalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan,” demikian bunyi pernyataan Pengurus Wilayah (PW) SAPMA PP Jawa Timur di Surabaya, Jumat (20/12/2024).

Terkait rencana kenaikan PPN 12% ini, SAPMA PP Jawa Timur memberikan catatan bahwa kenaikan ini secara perlahan semakin menguatkan posisi sektor pendidikan sebagai komoditas komersial yang layak diperjual-belikan dengan harga yang cukup. Kenaikan ini memiliki implikasi yang negatif terhadap dunia pendidikan domestik.

“Kenaikan PPN 12% nantinya juga akan berdampak pada penyelenggaraan pendidikan premium. Apa akibatnya? Tentu, akan terjadi ketimpangan secara kualitatif terhadap komponen-komponen yang memengaruhi jasa penyelenggaraan pendidikan. Tentu juga akan muncul disparitas yang lebih kental antara ‘Pendidikan Biasa’ dan ‘Pendidikan Premium ber-PPN 12%’, lebih dalam lagi, akan lebih banyak muncul ‘Sekolah Sultan’ dan ‘Sekolah Proletar – Medioker’.”.

Baca Juga:  Kadin Surabaya Usulkan 6 Jurus Antisipasi Dampak Kenaikan PPN 12%

SAPMA PP Jawa Timur mengkritisi kenaikan PPN 12% yang ‘katanya’ masih cukup rendah di antara nilai pungutan pajak tunggal di negara-negara lain. Menurut dia, hal itu perlu dicermati, bila di awal tahun 2025 pemerintah benar-benar menerapkan kebijakan PPN 12%, maka pajak di negara kita adalah yang tertinggi di kawasan Asean sama dengan Filipina.

Negara-negara Asean lainnya memiliki tarif PPN yang lebih rendah. Vietnam, Malaysia, Laos, dan Kamboja menetapkan tarif sebesar 10%, dengan Vietnam sementara menurunkan tarifnya menjadi 8% hingga pertengahan 2025 untuk mendorong pemulihan ekonomi. Sementara itu, Singapura menetapkan tarif PPN sebesar 9%, Thailand 7%, dan Myanmar 5%. Brunei Darussalam serta Timor Leste bahkan tidak menerapkan PPN pada transaksi dalam negeri.

Dalam konteks target pertumbuhan ekonomi domestik menjadi 8%, agaknya menjadi proyeksi target yang ‘gamang’ ketika kemudian pemerintah memutuskan menaikkan PPN menjadi 12%. Tentu, hal ini menjadi hal yang perlu dikondisikan secara matang dan penuh pertimbangan baik akademik maupun praktis.

Baca Juga:  Kadin Surabaya Usulkan 6 Jurus Antisipasi Dampak Kenaikan PPN 12%

Perlu kita ingat kembali bahwa rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% telah bergulir sejak satu hingga dua tahun kebelakang. Bila kembali kita ingat, Menteri Keuangan sebagai representasi pemerintah menilai perlu adanya optimalisasi pendapatan negara agar konsumsi dan daya beli masyarakat selaras dengan pendapatan negara sehingga pembangunan dapat dilakukan dengan baik dan merata.

Tentu, pernyataan tersebut diharmonisasikan dengan kebijakan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek antara lain rumah tangga, buruh dan pekerja, UMKM, industri padat karya, kendaraan listrik dan hibrida serta properti yang kemudian keenam aspek ini ‘kata’ Menteri Keuangan akan dirancang sekomprehensif mungkin agar dapat memunculkan keseimbangan luaran dan capaian pertumbuhan ekonomi domestik.

Di sekitar bulan Oktober dan November lalu, rakyat sempat sedikit ‘lega dan terhibur hatinya’ dengan kebijakan bahwa PPN 12% nantinya hanya mencakup barang-barang mewah yang mengacu pada klausa pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang diatur dalam PMK Nomor 15 Tahun 2023 seperti di antaranya, hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara dan kapal pesiar mewah. Ditambah pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang menyatakan implementasi kebijakan PPN 12% hampir pasti diundur.

Baca Juga:  Kadin Surabaya Usulkan 6 Jurus Antisipasi Dampak Kenaikan PPN 12%

“Namun, pada kenyataannya, menjelang pergantian tahun justru pemerintah memasang ‘ancang-ancang’ untuk bersiap menekan tombol ‘Start’ terhadap kebijakan kenaikan PPN tersebut.” ros

Komentar